Bukan Hanya Seremoni: HUT ke-68 Riau Jadi Simbol Cinta dan Komitmen Anak Negeri

Sabtu, 09 Agustus 2025 | 18:09:32 WIB

PEKANBARU, TanahIndonesia.id - Pagi Sabtu (9/8/2025), halaman Kantor Gubernur Riau di Jalan Sudirman dipenuhi lautan warna. Bukan oleh umbul-umbul atau spanduk semata, tapi oleh manusia, anak negeri Melayu yang datang dengan sepenuh hati mengenakan busana adat lengkap. Lelaki berbalut baju kurung, berkain samping, bertanjak atau berkopiah, perempuan anggun dalam balutan kebaya dan selendang songket. Semuanya menyatu dalam semangat satu kata: Riau.

Di tengah sinar matahari pagi yang hangat dan langit yang bersih, Apel Hari Jadi ke-68 Provinsi Riau berlangsung khidmat namun penuh sukacita. Di barisan depan, Gubernur Riau Datuk Setia Amanah Abdul Wahid berdiri tegak, didampingi para tokoh adat, Forkopimda, pelajar, dan masyarakat umum, serta mantan gubernur Riau. Tak hanya hadir secara seremonial, mereka datang dengan semangat, membaur sebagai bagian dari perjalanan panjang Riau sejak berdiri 9 Agustus 1957.

Bukan sekadar peringatan tahunan, momen ini lebih dari itu, adalah perayaan hidup dari identitas, harapan, dan komitmen.

“Hari jadi ini bukan hanya peringatan seremonial, tetapi momentum untuk memperkokoh tekad kita membangun Riau yang lebih maju, sejahtera, dan berbudaya,” kata Gubernur Abdul Wahid dalam pidatonya yang penuh semangat namun mengandung kehangatan.

Di antara peserta apel, tampak seorang anak sekolah dasar memegang bendera kecil sambil sesekali melambaikannya. Di barisan samping, para pemuka adat tersenyum saat lagu “Riau Menyapa Dunia” dikumandangkan, seakan menyiratkan harapan agar budaya Melayu tetap tegak berdiri di tengah gempuran modernitas.

Melayu: Tak Sekadar Warisan, Tapi Kompas Masa Depan

Dalam sambutannya, Gubernur Wahid tak hanya berbicara soal capaian pembangunan, tetapi juga menyentuh hal-hal yang menyentuh hati, bagaimana warisan budaya Melayu harus menjadi kekuatan, bukan nostalgia. Ia menyoroti tantangan era digital, perubahan iklim, ketimpangan ekonomi, semua harus dijawab dengan inovasi yang berakar pada nilai lokal.

“Kita harus terus bersinergi, menghadapi tantangan dengan inovasi, dan menjaga warisan leluhur sebagai jati diri bangsa Melayu,” ungkap Wahid.

Beliau juga menekankan pentingnya peran generasi muda. Teknologi, menurutnya, harus jadi jembatan, bukan jurang yang memperkuat budaya, bukan melupakannya. Pendidikan, lapangan kerja, hingga pengelolaan sumber daya alam, harus menjadi bagian dari strategi besar menuju Riau yang sejahtera dan berkelanjutan.

Rasa yang Mengikat Lebih dari Sekadar Tradisi

Di akhir apel, suasana menjadi lebih cair. Beberapa peserta saling bersalaman, berswafoto, dan berbagi tawa. Di salah satu sudut, sekelompok ibu-ibu membagikan kue tradisional kepada pengunjung. Ada semacam rasa yang menyatukan mereka, bukan hanya karena sama-sama warga Riau, tetapi karena merasa menjadi bagian dari sejarah yang hidup.

Seorang tokoh adat yang sudah sepuh, saat ditanya apa makna hari jadi ini baginya, menjawab singkat namun dalam. “Ini bukan tentang umur Riau. Tapi tentang kita semua, apakah kita sudah cukup memberi untuk tanah ini?”

Peringatan Hari Jadi Provinsi Riau ke-68 bukan hanya tentang kilas balik sejarah, tapi tentang bagaimana sejarah itu terus dilanjutkan. Dengan semangat yang diwariskan, dengan budaya yang dilestarikan, dan dengan cita-cita yang tak pernah selesai, menjadikan Riau rumah yang lebih baik untuk semua anak Melayu dan seluruh bangsa Indonesia.(**)

Terkini